DaerahPeristiwa

Miris! Niat Mulia Berantas Maksiat Berujung Tuduhan Pemerasan Terhadap Komandan Satgas Pekat

156
×

Miris! Niat Mulia Berantas Maksiat Berujung Tuduhan Pemerasan Terhadap Komandan Satgas Pekat

Sebarkan artikel ini

Kuantan Singingi  – Sebuah ironi pedih mewarnai upaya penegakan ketertiban di Kabupaten Kuantan Singingi. Komandan Satuan Tugas (Satgas) Penyakit Masyarakat (Pekat), yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberantas praktik maksiat, justru diterpa tudingan serius dari pemilik sebuah panti pijat yang rukonya disegel oleh timnya.

Peristiwa bermula pada Senin (10/3/2025) lalu, ketika Tim Satgas Pekat bersama seorang oknum anggota dewan melakukan penyegelan sebuah ruko yang diduga kuat menjadi sarang praktik maksiat. Tak hanya itu, seluruh barang-barang yang berada di dalam ruko tersebut turut diamankan.

Namun, drama pilu kemudian terjadi. Nengsi (nama pemilik panti pijat, red), ketika hendak mengambil kembali barang-barangnya yang tertahan, justru mengaku dipersulit oleh Tim Satgas Pekat. Lebih menyayat hati, Nengsi menuding bahwa dirinya dimintai “uang perdamaian” atau denda sebesar Rp 10 juta sebagai tebusan agar barang-barangnya dapat dikembalikan.

Upaya mediasi yang dilakukan di kantor Lurah Sungai Jering pada Selasa (8/4/2025) antara pihak Nengsi dan Tim Satgas Pekat sayangnya menemui jalan buntu. Nengsi, dalam pernyataannya kepada salah satu media online dengan tegas menuding Komandan Satgas Pekat sebagai pihak yang meminta uang haram tersebut. Tuduhan ini tentu menjadi tamparan keras bagi citra Satgas Pekat yang seharusnya menjunjung tinggi nilai moral dan hukum.

Lurah Sungai Jering, saat dikonfirmasi mengenai pertemuan tersebut, memberikan keterangan yang berbeda. “Pada saat perundingan antara Satgas Pekat dengan pemilik panti di kantor, saya tidak berada di tempat lkarena sedang menghadap Bupati,” ujarnya, seolah mengindikasikan ketidaktahuannya mengenai dugaan permintaan uang tersebut.

Sementara itu, Komandan Satgas Pekat, Suprayitno, yang menjadi sorotan utama dalam kasus ini, memilih untuk bungkam. “Maaf Pak, saya tidak mau berkomentar,” ucapnya singkat saat dimintai klarifikasi. Sikap diam ini justru menimbulkan berbagai spekulasi dan pertanyaan di benak publik.

Kasus ini menjadi ironi yang menyayat hati. Di satu sisi, ada upaya mulia untuk memberantas penyakit masyarakat dan praktik maksiat. Namun, di sisi lain, muncul tuduhan praktik kotor yang justru dilakukan oleh pihak yang seharusnya menegakkan kebenaran. Masyarakat kini menanti kejelasan dan keadilan dalam kasus ini, berharap agar kebenaran segera terungkap dan citra penegak ketertiban tidak tercoreng lebih dalam. Akankah niat suci memberantas kemaksiatan ternoda oleh praktik yang justru bertentangan dengan nilai-nilai luhur tersebut? Kita tunggu perkembangan selanjutnya. (B.A)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *