Aceh Utara – Fenomena aparatur sipil negara (ASN) merangkap profesi sebagai wartawan kian marak di Aceh Utara.
Praktik ini bukan hanya menabrak etika profesi jurnalistik, tapi juga mencederai prinsip netralitas ASN serta mengancam independensi media.
Informasi yang didapatkan, belasan ASN di berbagai instansi pemerintahan kabupaten Aceh Utara kini aktif memegang kartu pers dari berbagai media. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang turut meliput kegiatan pemerintahan sendiri, lalu menayangkannya di platform milik pribadi maupun media resmi.
Ini jelas menabrak kode etik jurnalistik. Wartawan seharusnya independen, bukan bagian dari institusi yang diliput. Kalau ASN merangkap wartawan, bagaimana mungkin bisa objektif?” kata seorang wartawan senior di Aceh Utara yang enggan disebutkan namanya, Kamis 26/6/2025.
Lebih memprihatinkan lagi, beberapa ASN yang merangkap wartawan tersebut diduga memanfaatkan status ganda itu untuk mendapat akses lebih mudah dalam proyek, dana publikasi untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Namun, hingga kini belum ada sikap tegas dari organisasi profesi wartawan di daerah seperti PWI, AJI, maupun IJTI Aceh Utara. Publik pun mempertanyakan keberpihakan organisasi-organisasi ini terhadap marwah profesi wartawan.
Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Aceh Utara juga dinilai lemah dalam menegakkan aturan disiplin ASN.
Padahal dalam regulasi kepegawaian, ASN dilarang merangkap profesi yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan merusak citra institusi.
Tren ini harus segera dihentikan. Jika terus dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk bagi dunia pers dan birokrasi.
ASN seharusnya fokus pada tugasnya, bukan mengejar peran sebagai wartawan.
Insan pers sejati mendesak agar Pemkab Aceh Utara menertibkan ASN yang menyalahgunakan profesi, serta meminta organisasi pers agar tidak tinggal diam melihat profesi wartawan dicemari oleh kepentingan birokrat.(SR)
Komentar