“Berkah Jumat di Warung Kejujuran: Sentuhan Hati Jurnalis Muda Ahmad Fatoni untuk Sesama Pewarta Kuansing

Organisasi, Sosial247 Dilihat

KUANTAN SINGINGI Jumat, hari yang dikenal penuh berkah, menjadi penanda rutinitas kebaikan yang telah lama dijalankan oleh seorang sosok inspiratif di Kuantan Singingi. Bukan sekadar laporan, tetapi kisah nyata tentang solidaritas yang menguatkan tali persaudaraan sesama pewarta. Dia adalah Ahmad Fatoni, S.H., jurnalis muda yang diam-diam menyebar kehangatan di tengah rekan-rekan seprofesinya.

Jumat (17/10/2025) pagi, suasana Warung Kejujuran, tempat biasa para kuli tinta berkumpul, terasa lebih hangat dari biasanya. Bukan karena kopi panas, melainkan bisik-bisik haru tentang sebuah pengakuan.
“Tadi pagi saya kaget, ada notifikasi kiriman uang masuk. Ternyata dari Ahmad Fatoni lagi,” ujar Rusman, Ketua Forum Pewarta Independen (FPIi) Kuantan Singingi, dengan nada suara yang campur haru dan bangga.

Ia melanjutkan, “Ini bukan yang pertama. Hampir setiap Jumat, dia selalu berbagi. Nilainya mungkin tak seberapa, tapi keikhlasan dan konsistensinya itu yang menyentuh hati. Ini bukti nyata kepedulian seorang adik kepada kami yang lebih senior.”

Tradisi berbagi di hari Jumat ini telah menjadi rahasia umum yang indah di kalangan jurnalis Kuansing. Fatoni, dengan kesibukannya, memilih cara yang sunyi, namun dampaknya terasa mendalam: transfer dana kecil yang rutin, sebuah “hadiah Jumat” yang tak terduga.

Namun, bagi para penerima, aksi sederhana ini adalah oksigen di tengah perjuangan mencari berita. Ini adalah pengingat bahwa di balik kerasnya dunia jurnalisme, masih ada tangan-tangan tulus yang siap merangkul.

Kisah Fatoni bukan hanya tentang memberi uang. Ini adalah tentang menanamkan nilai luhur dalam profesi jurnalistik: bahwa integritas harus berjalan beriringan dengan empati. Kebaikan ini menjadi energi positif yang tak ternilai, menguatkan semangat para pewarta di Kuansing untuk terus berkarya dan menjaga marwah profesi.

“Jumat Berkah” yang diinisiasi oleh Ahmad Fatoni ini membuktikan bahwa solidaritas sejati tidak diukur dari jumlah yang diberikan, melainkan dari ketulusan hati untuk melihat dan merasakan kesulitan sesama.(**)

Komentar