Masyarakat Geureudong Pase Dikhianati, Tokoh Masyarakat: PT Perkebunan Satya Agung Penjajah

Daerah, Pemerintah17 Dilihat

Aceh Utara — Aroma kekecewaan kian menyelimuti Geureudong Pase. Kehadiran PT Perkebunan Satya Agung yang awalnya digadang-gadang mampu membuka lapangan kerja dan meningkatkan perekonomian, justru dianggap sebagai bentuk “penjajahan gaya baru”. Alih-alih mensejahterakan, perusahaan ini dinilai telah menggerus hak rakyat atas tanah, hutan, dan air.

Abdisyah, tokoh masyarakat setempat dengan lantang menyebut bahwa PT Satya Agung tidak lebih dari “penjajah” yang memanfaatkan kelengahan negara. “Kami dikhianati. Tanah kami dirampas, hutan kami dibabat, CSR entah bagai mana bentuknya, kebun PIR dan plasma yang dijanjikan hanya omong kosong belaka, belum lagi tenaga kerja lokal yang hanya segelintir yang dipakai oleh mereka. Ini bukan investasi, tapi perampasan hak rakyat. PT Satya Agung adalah penjajah di atas tanah Aceh Utara,” tegasnya pada awak media.

 

Amanat Konstitusi Dikhianati

Kemarahan warga bukan tanpa alasan. Pasal 33 UUD 1945 secara tegas mengatur bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Namun realita di Geureudong Pase berbanding terbalik.

Alih-alih mengutamakan kepentingan rakyat, pemerintah daerah justru memberi karpet merah kepada korporasi. “Ketika negara absen dan membiarkan perusahaan berbuat sewenang-wenang, itu sama saja mengkhianati konstitusi. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap rakyat dan amanat UUD 1945.

Rakyat Dipinggirkan, Alam Hancur

Seain persoalan tanah, aktivitas perusahaan juga berdampak buruk terhadap ekologi. Hutan yang selama ini menjadi penyangga kehidupan masyarakat mulai rusak,

sementara keuntungan dibawa keluar daerah. Masyarakat ring satu perusahaan hanya jadi penonton, Ini merupakan wajah kolonialisme modern.

Negara Diminta Hadir

Warga Geureudong Pase kini menuntut pemerintah pusat maupun daerah untuk segera turun tangan. Tuntutan itu disampaikan saat rapat Panitia Khusus (Pansus) dengan Komisi I DPRK Aceh Utara yang digelar di aula paripurna, Rabu 20/8/2025.

Mereka mendesak pengembalian hak rakyat atas tanah mereka yang telah dirampas. “Kalau pemerintah tidak berani bertindak, rakyat akan mengambil langkah sendiri. Kami tidak akan tinggal diam,” ujar Abdisyah geram.

 

Gelombang perlawanan diprediksi akan semakin membesar jika aspirasi warga terus diabaikan. Tokoh masyarakat bahkan mengingatkan bahwa konflik agraria di Aceh berpotensi meluas bila negara terus berpihak pada korporasi.

 

“Negara harus berpihak pada rakyat, bukan pada perusahaan. Jika tidak, sejarah akan mencatat bahwa pemerintah turut menjadi bagian dari penjajahan baru atas tanah Aceh,” pungkasnya.

 

Sementara Menajement PT Satya Agung melalui Head Legal, Hendra Khan saat dikonfirmasi media ini via WhatsApp pribadinya Sabtu, 23/8/2025 mengatakan, Senin kami berikan konfirmasinya ya bang, kami siapkan drafnya dulu, jawabnya singkat.

Sampai berita ini ditayangkan, pihak Menajement belum memberikan klarifikasinya. (SR)

Komentar