Kasus dugaan pemalsuan dokumen tanah kembali mencuat di Kecamatan Tering, Kabupaten Kutai Barat. Petinggi Kampung Kelian Dalam, Imran Rosadi, diduga bekerja sama dengan PT ISM untuk mengelabui pemerintah kecamatan serta masyarakat setempat. Dugaan ini mencuat setelah adanya laporan masyarakat yang menyebutkan bahwa Surat Pernyataan Penguasaan Hak Atas Tanah (SPPAHT) yang diterbitkan pada tahun 2022 telah direkayasa.
Pihak Media Trans News telah berupaya meminta klarifikasi langsung kepada pemerintah kecamatan guna mengungkap fakta sebenarnya. Dalam wawancara resmi, mantan Camat Tering, Dra. Hawil, mengonfirmasi adanya tekanan dari oknum tertentu serta desakan dari pemerintah kampung untuk segera mengesahkan SPPAHT tersebut. Hawil menyebutkan bahwa pada tahun 2022, terdapat 35 surat SPPAHT yang masuk secara bersamaan, sementara pihak kecamatan memerlukan waktu untuk melakukan verifikasi lapangan.
Selain itu, Dra. Hawil (purna tugas camat), Ronius Engelbertus, S.E. dan Antonius Don, S.E., yang masing-masing menjabat sebagai Kasi Pemerintahan dan Pertanahan tahun 2022, juga sempat menerima panggilan dari Tipikor Polres Kutai Barat pada tahun 2022. Mereka dipanggil untuk memberikan keterangan terkait dugaan gratifikasi atau pungutan liar (pungli), meskipun pada akhirnya tidak terbukti. “Saat itu saya menerima panggilan dari Tipikor terkait laporan masyarakat tentang dugaan gratifikasi atau pungli, tetapi laporan tersebut tidak terbukti. Namun, pihak Tipikor memberikan himbauan untuk tidak mempersulit masyarakat dalam pembuatan surat tanah,” ungkap Antonius Don, S.E., saat ditemui awak media di Kantor Kecamatan Tering pada Kamis (30/01/2025).
Lebih lanjut, dalam wawancara resmi, mantan Camat Hawil, Ronius Engelbertus, S.E., yang saat ini mejabat sebagi sekcam dan Antonius Don, S.E., bagian pertanahan. menyatakan bahwa mereka mencabut tanda tangan serta berkas yang telah mereka bubuhkan. Hal ini dilakukan setelah mereka menemukan adanya rekayasa pada berita acara peninjauan tanah serta dokumen asli pemilik tanah yang sah, yang saat ini justru mengalami tindakan sewenang-wenang dari PT ISM (Indotama Semesta Manunggal) . Perusahaan yang dipimpin oleh Julian David Hasudungan Siregar itu mengklaim telah melakukan pembebasan lahan dengan menggunakan dokumen SPPAHT yang diduga direkayasa bersama Imran Rosadi. Tidak hanya itu, dugaan penyalahgunaan data pribadi masyarakat juga menjadi bagian dari skema yang diduga dijalankan oleh keduanya.
Salah satu warga, Suparjo, korban dalam kasus ini. Ia mengaku diminta menandatangani dokumen notaris penerima tali asih yang ternyata merupakan akta jual beli lahan. “Saya hanya menerima Rp. 10.000.000, padahal dokumen yang saya tandatangani menyebutkan angka Rp. 100.785.000,” ungkap Suparjo.
Atas kejadian ini, masyarakat dan pihak kecamatan meminta pertanggungjawaban dari Julian David Hasudungan Siregar dan Imran Rosadi. Tindakan mereka telah merugikan masyarakat dan pemerintah dengan cara yang tidak sah.
Aspek Hukum yang Dilanggar
Berdasarkan kasus ini, beberapa pasal dalam peraturan perundang-undangan yang berpotensi dilanggar antara lain:
- Pasal 263 KUHP – Pemalsuan dokumen dengan ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara.
- Pasal 378 KUHP – Penipuan dengan ancaman pidana maksimal 4 tahun penjara.
- Pasal 55 dan 56 KUHP – Penyertaan dalam tindak pidana bagi pihak yang turut serta atau membantu.
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya mengenai penyalahgunaan wewenang dan gratifikasi.
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang mengatur larangan penyalahgunaan jabatan dalam pengesahan dokumen negara.
Masyarakat berharap agar pihak berwenang segera mengambil tindakan hukum terhadap para pelaku dan mengembalikan hak-hak tanah warga yang telah dirampas dengan cara melawan hukum.
( PERNANDES Media Trans News – Tering, Kutai Barat)
Komentar